Rabu, April 20, 2016

Kalut Menggelayut

Malam ini kembali aku terjebak dalam sebuah kebingungan yang membuntukan. Ketika hasrat ingin sekali melompat merealisasikan ekspektasi, namun semuanya serasa kalut. Sudah hampir seminggu ku berada di kondisi ini. Setiap hari cuma bergelut dengan persamaan dari hari sebelumnya. Entah apa sebenarnya yang terjadi dengan otakku ini. Mungkinkah ia sudah tak mendukung lagi untukku supaya bisa berpikir cepat dan menulis hasrat. Ah, sepertinya tidak, buktinya aku masih bisa menulis rintihan ini.

Apa ini yang dinamakan bahaya maut si multitasking. Apa aku sedang berada di situasi maut itu? Sepetinya iya. Aku mungkin orang yang selalu tak pernah bisa fokus mengerjakan suatu hal. Hingga tak sadar beberapa waktu berjalan, aku terjerat oleh banyak sekali hal yang harus aku pegang dalam waktu bersamaan, sehingga waktuku kini terbagi tanpa bisa secara benar menyayangi satu mainan saja.

Kalau sudah begini, bagaimana bisa aku lari?

Haruskah ku buang saja mereka satu per satu. Aku tidak ingin daging berubah malah menjadi racun karena terlalu banyak lemak menggelantung. Mungkin di sinilah aku harus lebih belajar yang namanya prioritas. Aku harus sadar kemampuanku yang terbatas, yang tak bisa dengan sesuka hatinya main comot sana-sini sambil berharap ku bisa menampung semuanya. Tidak. Oh TIdak. Ini adalah sebuah kekeliruan yang sudah lama aku sadari namun tetap saja ku lakukan, lagi dan lagi.

Entah apa yang ku tulis sekarang. Aku pun tak habis pikir apa maksudnya tulisanku ini? Kristalisasi depresi jiwa sepertinya.

Hai keyboard, bagaimana perasaanmu kini? Apakah kau merasa ada salah satu bagian tuts-mu yang sakit karena ku tekan setiap hari? Halah..

Tak ada hal lain yang ku bisa lakukan sekarang, kecuali hanya begini. Berguling, berayun berharap tidak terpelanting. Sudah terlalu sering aku mengalaminya.

Aku benci dengan semua kepura-puraan ini. Adakah di sana atau di sini yang mengerti?? Ah.. rupanya hanya aku yang mengerti. Mereka tidak.. Dan biar sajalah. Biar sajalah ku teruskan jari-jari ini menari seiring porsinya masing-masing. Aku tak mau berhenti sebelum penatku memuai, menguap menghembus ke mukamu.

Tolong jangan anggap aku aneh. Anggap saja aku gila.

Bye